Suddenly, by His Plan of course, I was sent to Tianjin with so many differences I must adapt with. Dari pengangguran yang hampir tidak ada kesibukan sama sekali, saya harus bekerja hampir 16 jam sehari, di udara dengan suhu 0 sampai minus 15 derajat celcius. Dari yang biasanya dengan mudah menemukan makanan kesukaan; nasi, jadi harus bersusah payah untuk menemukan nasi.
Dari yang biasa berkumpul dengan anak istri belahan jiwaku, jadi harus mencuri-curi waktu untuk sekedar chatting, jangan harap telpon-telponan dah, mahal banget.
Dan yang paaaling berat dari semua ini adalah; mengatur waktu shalat. Ini ujian terberat yang harus dijalani. Dari sebelumnya shalat, tepat waktu, berjamaah, di mushalla plus bisa zikir dengan leluasa, saya rasakan sekarang seolah-olah Allah berkata "kemarin mah gampang, lha wong kamu nganggur makanya bisa shalat bener, coba sekarang.....bisa engga".
Berat benerr...